SEPERRTI APA YANG KAU BAYANGKAN, HANYA AKU DAN DIA YANG TAU BAGAI MANA SEBENARNYA BATAS ANTARA AKU

31 Oktober 2011

SampaH

Waktu begitu cepat, ketika kulirik jam dindinding di kamar ku sudah menunjukan pukul sepuluh, dengan berat kubangkit dari surga dunia yang hampir separuh hari ku kuhabis kan dengan menghayal. Sebuah kesuksessan dan kehancuran kehidupanku kelak.dengan sedikit lesuh menuju ruang kecil disudut ruang kamar yang tak membuat ku bergerak bebas, tak ada hiasan dinding atau poster pop idol yang kupajang. Kupikir akan membuat jorok dan ramai, yaaa, walau pun jaket, jins kotor yang mungkin telah sebulan bertengger di paku berkarat membuat kamarku lebih kumuh, semenjak aku lulus dari sebuah unifersitas tak ada kegiatan yang kulakukan, selain makan, tidur dan berputar-putar keliling kota dengan motor yang kupinjam sana sini, sebenarnya aku punya kendaraan buatan jepang itu, tapi biar irit pikirku, kan aku juga belum dapat mencari uang sendiri.

Dengan pakaian sedikit rapi, aku memutuskan  duduk, dan menyaksikan acara musik di salah satu televisi swasta yang menampilkan hampir setiap hari lagu dan artis yang sama, bukan hanya bosan yang kurasakaan, mual juga sering terjadi, apa lagi dengan lulucon garing yang sama setiap harinya, seperti kreatifitas presenternya telah habis dan tak dapat berkembang atau termakan produsernya,aku seperti menghapal setiap dialog dan gerekan tubuh mereka setiap dialog satu-ke dialog lainnya. Tak ada yang dapat ku kerjakan. Keluyuran pun aku tak bisa,isi kantong yang dulu lumayan kini hanya sekedarnya, kadang hanya tersisa recehan berkarat yang entah kapan telah ada di saku jins belel pemberian saudara yang tak muat lagi di tubuhnya.berat menjalankan kehiduapan ini, aku seorang laki- laki yang menjadi tumpuan hidup keluarga kelak. Hanya menjadi anak rumahan yang lebih miskin dari seorang pengemis sekalipun, atau kuli panggul yang mendapat sekedarnya dari jasa angkut, yang bebannya dua kali lipat dari berat tubuhnya.  Tak ada karya dan energi yang kukuras, bukan gengsi juga, bukan tak usaha, atau berdoa, sepertinya aura pekat sedang mengelilingi seluruh hidupku. Orang tuaku juga sedah berusaha melobi kesan- kemari untuk mendapatkan bantuan sekedarnya. Gak pernah menyerah, tapi tetap jalan di tempat adalah kata yang tepat yang pantas untuk ku. Otakku begitu berat, nafasku begitu sesak, otak ku sepertinya bekerja lebih keras dari para koruptor yang mencari cara bagai mana uang-uang yang di dapatkan dengan cara tak terhormat tak dapat di lacak KPK. Berlebihan memang apa yang kuceritakan, kalau anaak sekarang mengatakan lebay.  bersyukur dengan keadaan seperti ini tak pantas ku haturkan. Keringat ku bercucurpun bukan karna kerja keras yang ku kerjakan di enam hari kerja, dan uang yang biasanya ku belanjakan, lebih banyak kudapatkan dari belaskasihan orang tuaku, seperti tak berguna hidup ini. Aku lebih malu dengan diri sendiri yang tak mampu mejadi seprerti teman bermain ku masa kecil, mereka telah berkarya dan bergaya dengan hasil keringat mereka, orang tua mereka pun bercerita kesetiap pelosok betapa hebat anak mereka masing- masing, sementara ibuku hanya menyengir setiap melihat antusias cerita kesuksesan penerus mereka. apa yang dilakukan. Apa yang di belikan untuk mereka, dan kemana saja liburan yang akan segera di datangi, setiap detik yang di ceritakanya membuat ibuku benar- benar teriris hatinya. Membayangkan anak satu-satunya laki- laki hanya berdiam diri dan duduk melamun di depan TV. Setiap membayangkan itu aku juga menyesal apa yang ku lakukan saat ini. Dan pertanyaan terbesarnya adalah, kapan aku bisa membalas semua yang telah di lakukan kedua orang tua. Apakah harus begini terus, dan tetap begini atau akan menjadi fosil nantinya akan dengan keadaan seperti ini juga.

Semenjak kuliah di slah satu pulau wisata terkenal di seluruh jagat raya ini, aku tak pernah berpikir akan menjadi seperti ini, suasana nyaman, tentram, dan sunyi disetiap malam- malamku di kota itu, membuatku terlarut akan suasana yang sampai saat ini tak pernah ku temukan di kisah nyatanya, apa yang kulakukan saat itu seperti menambah berat perjalanan yang ku tempuh. Tentang gagasan, aturan, dan edukasi yang realis, dimana hitam adalah merah, yang tergantung kondisinya, aku jaga tak pernah mendapatkan semua jawaban atas apa yang ku lakukan dan ku kerjakan di setiap jari- jariku menunjuk sebuah benda di etalase kehidupan, tak ada yang mendukung, malah mencibirkan tentang apa yang akan terjadi kelak, aku pikir pun begitu, tak ada yang paham bahwa benda yang kupilih dan ku bungkus dengan pelastik berwarna ceria itu adalah harapan ku kelak yang akan ku pertanggung jawabkan di depan setiap pak RT atau Penghulu menanyakan siapa dan dari mana  aku berasal, mungkin saat itu akau akan merasa sangat bangga, dan mengatakan dengan tegas bahwa aku adalah seorang penghianat. betapa kuatnya pengaruh getaran yang kurasa membuat ku larut dalam ciran pelarut yang beruah bentuk menjadi seonggah batu mulia yang hanya di kita krikil  yang akan hancur terlarut air yang sama. Sayap itu berwarna putih dengan garis lurus berwarna biru membelah badannya, di kepalanya tumbuh jambul berwarna kuning, dan kakinya di tumbuhi bulu tipis berwarna emas.

Beratnya sebuah cerita akan terasa bingung di luangkan hanya dalam secarik kertas, tak akan ada yang paham, apa lagi harus di carikan obat dengan dosis yang tepat dalam pencahariannya. Dia, mereka, kita, dan semuanya adalah sebuah, yang akan merusak kehidupan mereka semua. aku jadi teringat apa yang di ceritakan seseorang tentang bagai mana sesahnya menjadi diri sendiri, cibiran, caci-maki, dan hinaan yang terbalut kata- kata manis dalam senyuman palsu penuh belatung. Tapi dia cinta dengan semuanya dan sangat susah di bayangkan apa yang di lakukannya, subangsi yang di berikannya dan loyalitas sebagai manuasianya yang tetep di anggap pesaing bisnis pencari lahan. Ya banyak yang bisa menjadi dan terjadi, akupun tau semuanya tak akan pernah menjadi indah dalam impiannya, dan kita pun hanya bisa menjadi pemadusorak dengan pisau di tangan kanan dan parang di kanan kiri tapi kaki tetep memberi sekuntum bunga mawar, lucuuuuuuuuuuuuuu, memeng.

Ini kisah akhirnya, dalam bentuk apapun aku nanti. Aku yakin aku punya setitik noda di hati yang berkarat dan tak akan ada yang bisa menghilangkan, dan untuk menjadikan hijau atau hitam, itu penuh dengan keterbukaan tentang betapa indah hari ini, esok dan hari selanjutnya, pasrah pun .itu bukan pilihan tapi menjadi sangat sakral ketika semuanya terlalu untuk di keraskan sementara kita sendiri adalah jamur di ketiak,,kwkwkwkkwkwkw, gitu aja kok repot!!

Tidak ada komentar:

Posting Komentar